Enteng Tanamal
Pejuang Hak Cipta
Karya Cipta Lagu Indonesia
Dalam memberikan perlindungan serta mewujudkan hak – hak para Pencipta / kreator atas karya cipta lagunya maka negara dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia telah memberikan perhatian yang khusus dengan menerbitkan peraturan perundang undangan yaitu undang – undang hak cipta yang telah diundangkan sejak :
1. UU RI No. 6 tahun 1982
2. UU RI No. 7 tahun 1987
3. UU RI No. 12 tahun 1997
4. UU RI No. 19 tahun 2002
5. UU RI No. 28 tahun 2014
Dalam Undang-Undang Hak Cipta ada 3 kriteria yang sangat penting, yaitu Hak Cipta ( Pasal 1 ayat 1 ), Pencipta (pasal 1 ayat 2) dan karya cipta ( pasal 1 ayat 3 )
Pasal 1
- Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama‑sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
- Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Yang dimaksud dengan hak eksklusif pencipta pada pasal 1 ayat 1 yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi. Yang tertera pada pasal 4
Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi
HAK MORAL
Pasal 5
- Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
- tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
- menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
- mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
- mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
- mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
- Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.
- Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Masa Berlaku Hak Moral
Pasal 57
- Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e berlaku tanpa batas waktu.
- Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan.
Hak Ekonomi
Pasal 8
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9
- Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
- penerbitan Ciptaan;
- Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
- penerjemahan Ciptaan;
- pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
- Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
- pertunjukan Ciptaan;
- Pengumuman Ciptaan;
- Komunikasi Ciptaan; dan
- penyewaan Ciptaan.
- Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Hak Ekonomi Terdiri Dari
Pasal 1
- Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
- Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.
Sebenarnya dalam hak ekonomi untuk karya cipta lagu masih ada beberapa hak lagi antara lain : Hak sinkronisasi ( misal : digunakan di dalam theme song atau adegan dalam film, sinetron, iklan produk ) dan hak pencetakan ( misal : karya cipta lagu yang dicetak dalam buku musik dan diperjual belikan ) tetapi dalam undang – undang hak cipta ini belum diundangkan secara detail.
Masa Berlaku Hak Ekonomi
Pasal 58
(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
- buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya arsitektur;
- peta; dan
- karya seni batik atau seni motif lain,
berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(3) Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Hak penggandaan (mechanical), hak sinkronisasi, maupun hak pencetakan di Indonesia biasanya Pengguna secara langsung berhubungan dengan Pencipta lagu yang akan digunakan karya cipta lagunya dan tertuang dalam suatu perjanjian pemakaian karya cipta lagu.
Tetapi di dunia internasional biasanya hak – hak tersebut melalui satu wadah yaitu Music Publisher
Tetapi untuk hak mengumumkan (Performing right), baik di dunia internasional maupun di Indonesia , hak Pencipta lagu ini pengelolaannya harus melalui suatu wadah yang disebut LMK (Lembaga manajemen kolektif) sesuai Undang – undang hak cipta no 28 tahun 2014 tentang hak cipta pasal 87.
Hal ini dikarenakan pencipta lagu kalau ingin berusaha sendiri untuk mendapatkan haknya jelas – jelas Pencipta lagu tersebut tidak mempunyai kemampuan, contohnya jika harus mendatangi setiap pengguna yang tersebar di seluruh Indonesia dan juga dikarenakan pencipta lagu ini tidak mempunyai system dalam memberikan perijinan serta memperoleh pembayaran pendapatan atas manfaat ekonominya. Sebab itu Pencipta lagu harus memberikan kuasa kepada lembaga manajemen kolektif.
Dan untuk diketahui bahwa di dunia internasional di setiap negara lembaga yang menangani royalty ini sudah lama berdiri yang disebut dengan Collective Management Organization (CMO).
Bagi Pencipta lagu untuk mendapatkan haknya sesuai undang – undang hak cipta, harus memberikan kuasa kepada LMK yang disebut sebagai pemegang hak cipta dalam undang – undang hak cipta pasal 1 ayat 4
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF (LMK)
Pasal 87
- Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
(2) Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
(3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan.
(4) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif.
Lembaga manajemen kolektif (LMK) adalah hanya sebutan, tetapi eksistensinya harus memenuhi ketentuan sesuai dengan pasal 1 ayat 4, dan pasal 88 ayat 3 huruf c.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
Pasal 88
‘(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
- memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 (dua ratus) orang Pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik Hak Terkait dan/atau objek Hak Cipta lainnya;
Legalitas LMK
Pasal 88
- Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) wajib mengajukan Permohonan izin operasional kepada Menteri.
- Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
- berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba;
- mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti;
- memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 (dua ratus) orang Pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik Hak Terkait dan/atau objek Hak Cipta lainnya;
- bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; dan
- mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.
(3) Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti.
Lisensi / izin Maupun Besaran Royalty
Pasal 80
- Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
- Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait.
- Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai kewajiban penerima Lisensi untuk memberikan Royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama jangka waktu Lisensi.
- Penentuan besaran Royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dan penerima Lisensi.
- Besaran Royalti dalam perjanjian Lisensi harus ditetapkan berdasarkan kelaziman praktik yang berlaku dan memenuhi unsur keadilan.
Audit Keuangan LMK
Pasal 90
Dalam melaksanakan pengelolaan hak Pencipta dan pemilik Hak Terkait Lembaga Manajemen Kolektif wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui 1 (satu) media cetak nasional dan 1 (satu) media elektronik.
Pasal 91
- Lembaga Manajemen Kolektif hanya dapat menggunakan dana operasional paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.
- Pada 5 (lima) tahun pertama sejak berdirinya Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan Undang-Undang ini, Lembaga Manajemen Kolektif dapat menggunakan dana operasional paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.
Evaluasi LMK
Pasal 92
(1) Menteri melaksanakan evaluasi terhadap Lembaga Manajemen Kolektif, paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan Lembaga Manajemen Kolektif tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, Pasal 89 ayat (3), Pasal 90, atau Pasal 91, Menteri mencabut izin operasional Lembaga Manajemen Kolektif.
Pasal 93
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional, serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri.
Perbedaan Ijin ( Lisensi ) hak penggandaan ( mekanikal,sincronisasi, pencetakaan ) dengan ijin (lisensi) hak mengumumkan ( Performing right )
- Perijinan untuk hak mekanikal ( penggandaan ), hak sinktronisasi maupun hak pencetakan, pengguna harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari pencipta lagu baru boleh menggunakannya untuk produknya. Jika pengguna menggunakan karya cipta lagu dalam kegiatan usahanya tanpa ijin dari pencipta lagu, maka jelas – jelas pengguna telah melakukan pelanggaran hak cipta dan dapat digugat secara hukum oleh pencipta lagu (pemilik hak cipta) atau pemegang hak cipta (LMK).
- Sedangkan untuk hak mengumumkan ( performaing right ) ada kesepakatan yang berlaku di dunia internasional yaitu bagi para pengguna boleh menggunakan lagu/musik apa saja dalam kegiatan usahanya, akan tetapi setelah disosialisasikan ( diberitahu ) oleh pemilik hak cipta atau LMK yang diberi kuasa oleh pencipta lagu, maka saat itu pengguna harus memiliki ijin (lisensi) penggunaan lagu/musik dalam kegiatan usahanya dan membayar imbalan berupa royalty penggunaan lagu/musik sesuai Undang – undang hak cipta. Dan untuk penggunaan lagu/musik oleh pengguna dalam periode sebelumnya tidak dianggap sebagai pelanggaran. Akan tetapi jika pengguna sudah diberitahu tetapi pengguna tetap tidak memiliki ijin dan masih menggunakan lagu/musik dalam kegiatan usahanya, maka jelas2 pengguna telah melakukan pelanggaran hak cipta.
Dasar pertimbangannya adalah jika suatu wadah ingin menjalankan usahanya itu dan harus menggunakan karya cipta lagu umpanyanya sebanyak 1000 lagu dan harus mendapatkan Ijin terlebih dahulu, maka hal itu akan menghambat dimulai kegiatan usahanya.
Dalam undang – undang hak cipta no 28 tahun 2014 tentang hak cipta pasal 89, dijelaskan mengenai Lembaga Manajemen Kolektif nasional (LMKn).
LMKn ini dibentuk oleh pemerintah khususnya oleh direktorat jendral HKI tetapi sama sekali tidak termasuk dalam struktur organisasi pemerintah ( agak aneh ),
LMKn hanya bertugas sebagai regulator dan pembuat aturan – aturan berupa juklak bagi LMK dan para pengguna.
Lembaga Manajemen Kolektif nasional (LMKn)
Pasal 89
- Untuk pengelolaan Royalti Hak Cipta bidang lagu dan/atau musik dibentuk 2 (dua) Lembaga Manajemen Kolektif nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan sebagai berikut:
- kepentingan Pencipta; dan
- kepentingan pemilik Hak Terkait.
(2) Kedua Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari Pengguna yang bersifat komersial.
(3) Untuk melakukan penghimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedua Lembaga Manajemen Kolektif wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran Royalti yang menjadi hak masing-masing Lembaga Manajemen Kolektif dimaksud sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.
(4) Ketentuan mengenai pedoman penetapan besaran Royalti ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan disahkan oleh Menteri.